Rabu, 13 Juni 2012

WAKTU TERBAIK DALAM HIDUPKU

Senja di ujung barat, jiwa-jiwa telah letih, di dalam kehampaan hati, ketika fikiranpun menjadi keruh, saat capek dan lelah menguras tenaga, ketika bosan dan jenuh memenuhi rasa, di dalam redupnya iman, kala asa nyaris terputus.

Terlintas dalam fikiran, pemikiran yang tidak baik, konyol dan kotor. Seakan-akan hidup ini tidak adil, ketika diri ini hanya memandang orang lain yang lebih tinggi dan lebih banyak karuniaNya, tanpa mau menundukkan kepala dan memejamkan mata, memandang yang lebih rendah, lalu menerima dengan ikhlas dan bersyukur, atas segala pemberian Tuhan.

Seolah-olah dunia ini tidak pernah berpihak, ketika keberuntungan tidak pernah didapatkan, ketika kegagalan-kegagalan mengiringi usaha yang dijalankan. Sepertinya Tuhan tidak sayang, ketika bencana, musibah dan petaka datang menimpa, seakan hidup hanya dipenuhi kesialan-kesialan. 
Sepertinya waktu hidup hanya habis dalam kepayahan dan keprihatinan, tidak juga kebahagiaan dirasakan dan tidak ada sedikitpun waktu baik dalam hidup.

Fajar di ufuk timur, di saat rasa capek hilang, tenagapun pulih kembali. Dengan hati yang tenang, terbangun dari tidur, fikiran telah jadi jernih. Timbul berbagai prasangka, prasangka-prasangka yang baik. Tumbuh berkembanglah berbagai harapan, seribu harapan.

Saat kesadaran telah kembali, sadarlah bahwa apa yang difikirkan tempo hari adalah salah, dan sama sekali  tidaklah benar. Kala rasa percaya kepada Tuhan kembali berkembang, tumbuhlah rasa syukur, rasa syukur yang begitu mendalam. Tersadar juga, bahwa betapa besar dan agung karunia dan anugerahNya. Tuhan masih memberi waktu, untuk hidup dan berbuat lebih banyak. Waktu adalah masa, pemberian dari Tuhan, "semua waktu adalah baik". Masa adalah waktu terbaik untuk berbuat yang terbaik.

Hmm, akhirnya kini aku sadari, dulu saat aku masih kecil dan tinggal di kampung halaman, saat aku dibesarkan, diasuh dan dirawat dengan kasih sayang oleh orangtuaku, itulah masa terbaik dalam hidupku.

Dulu saat aku bermain kelereng, bermain layang-layang, petak umpet, belajar memanjat pohon, bermain ketapel, juga masa terbaik dalam hidupku.

Dulu saat aku mulai mengaji, belajar sholat dan membaca Al Quran di musholla, dan saat aku mulai bersekolah dan belajar segala hal yang sekarang aku ketahui, itu juga masa terbaik dalam hidupku.

Dulu saat aku lulus sekolah, di setiap tingkatan, dengan nilai yang tidak terlalu jelek, dan saat aku diterima kerja pertama kalinya dan punya tanggung jawab serta digaji/dibayar atas kerja kerasku, hingga saat ini aku hidup di perantauan di nagara orang, inilah waktu terbaik dalam hidupku.

Dan harapanku, bilamana aku bertemu dengan pasangan hidupku nanti, menikah, berumah tangga, dan punya anak....... semoga akan menjadi waktu terbaik juga dalam hidupku.

Sahabatku,

Sesungguhnya tidak ada suatupun masa yang bisa menjadi masa terbaik dalam hidup ini, kecuali jika kita mampu mensyukuri setiap momen yang sedang kita lewati dengan cara mengerahkan segenap tenaga, hati, dan pikiran terhadap apapun yang kita lakukan, maka kita akan mendapatkan "waktu terbaik dalam hidup". Karena itu, mari kita berjuang untuk merasakan masa terbaik dalam hidup kita mulai hari ini juga. 

Salam sukses, ridho dan berkah Tuhan menyertai kita. Amiin.

Kamis, 07 Juni 2012

TAK SELAMANYA INGIN MERANTAU

Malam yang sunyi dan senyap, sendiri aku terjaga. Tersadar, kali ini aku berada di bawah permukaan air laut, di dalam kamar sebuah perahu yang kecil, yang sedang berlabuh di palabuhan kecil pojok kota yang tidak begitu ramai. Mooloolaba, sebuah kota di daerah Sunshine Coast, tidak jauh dari kota Brisbane di nagara bagian Queensland Australia. Tidak terasa aku telah berada di sini selama lebih dari 7 bulan, terhitung mulai 24 Oktober tahun 2011 kemarin. Rasa syukur tidak pernah berhenti, akhirnya aku bisa mendapatkan kesempatan ini, sampai juga di sini, memang inilah yang selama ini aku ingini, bekerja di sini, Alhamdulillah ya Robby.

Sungguh sangat indah negeri ini, sangat jauh berbeda dengan negeriku sendiri Indonesia. Tata kotanya rapi, lingkungannya bersih, sistem pemerintahan dan aparaturnya bagus, dan penduduknya berdisiplin tinggi. Tapi sayangnya biaya hidup di sini sangatlah mahal, sebagai contoh, rokok 20 dollar per 20 batang, untung aku tidak doyan rokok.

Mooloolaba
Alhamdulillah, di sini aku bekerja di perusahaan perikanan air laut di Hapuku Fisheries Pty Ltd. Aksi kerjaku ya di laut di atas perahu yang jauh lebih kecil dari kapal sebelumnya (foto di bawah/ papanui). Tapi kali ini kapalnya tidak berlama-lama di laut karena ikannya dilelang masih fres (fresfish). Paling lama 2 minggu di laut, habis itu bersandar di pelabuhan ini, terkadang juga di pelabuhan Gold Coast, sebelah selatan kota Brisbane, kadang juga di Coffs Harbour, daerah New South Wales, sebelah utara kota Sydney. Di sini aku bekerja bersama 4 temanku Indonesia, 4 Filiphin, 5 Australia, 1 Fiji, 1 Samoa, dan 1 Italia; terbagi menjadi 3 kapal. Kami semua bekerja keras dan penuh semangat, baik di pelabuhan maupun di laut. Jarang sekali kami mendapatkan day of/ hari libur. Yang ada hari kerja dan kerja, capak dan capek, pegel dan pegel, sampai mleleh, hehehehe. Suka duka, manis dan pahit telah aku dapati di sini. Memang beginilah dasarnya  orang hidup, adakalanya senang dan adakalanya susah, apalagi hidup di perantauan di negeri orang, jauh dari keluarga dan sanak saudara. Bertemu dengan teman baru, lingkungan baru, dan budaya baru yang berbeda dengan biasanya waktu masih di rumah.


Coffs Harbour


Papanui
Banyak yang berpikiran/ beranggapan, wah enak ya kerjanya merantau sampai ke luar negeri, pengalaman luas bisa melihat sampai sana-sana. Eitz, padahal aku sendiri juga berpikir, wah enakan di rumahlah dari pada merantau, tiap hari bisa ketemu keluarga, bisa mendidik anak bagi yang sudah punya anak, bisa bersosial/ bermasyarakat, lebih cukup istirahat dan bisa beribadah dengan lebih sempurna tentunya. Memang benar apa kata pepatah Jawa, "sawang-sinawang". Dan memang betul bahwa semua pekerjaan itu mempunyai sisi positif dan sisi negatif, ada hal yang menyenangkan, tapi pasti ada juga resikonya. Yang terpenting adalah "disyukuri, dan dijalani dengan hepi".


Tapi sejujurnya, aku sendiri tetap lebih menyukai pekerjaan yang tidak jauh dari rumah/ keluarga. Karena tanggung jawab seorang laki-laki bilamana telah berkeluarga/ beristri dan punya anak tidaklah sekadar tanggung jawab urusan ekonomi, tetapi juga mengayomi, menyayangi, merawat, membimbing dan mendidik istri dan anak-anak. Hal itu akan lebih baik dijalankan jika jalan rizki/ pekerjaannya berada di dekat rumah/ lingkungan tempat tinggal. Ya..... mudah-mudahan saja nantinya aku bisa mendapatkan/ membuat pekerjaan yang tidak jauh dari rumah. Karena tidak selamanya aku ingin merantau. Aku ingin pulang kembali ke rumah, kembali berkumpul bersama keluarga, kembali bermasyarakat, dan kembali beribadah sholat Jum'at.